5W1Hindonesia.id, Bandar Lampung – Memperkecil ukuran tahu dan tempe untuk tetap berproduksi menjadi langkah yang dipilih bagi para produsen tahu dan tempe di wilayah Kota Bandar Lampung.
Hal tersebut lantaran harga kedelai yang saat ini mengalami kenaikan, dari sebelumnya Rp 7 ribu menjadi Rp 9.200 per kilogram.
Produsen sekaligus penjual tahu dan tempe di Pasar Cimeng, Gunarso (35) menuturkan bahwa, naiknya harga kedelai tersebut sekitar dua bulan yang lalu.
Menurutnya, walaupun harga kedelai naik, harga tahu dan tempe tidak bisa ikut naik juga. Namun, hanya ukuran tempe dan tahunya diperkecil.
“Kita ngakalinya diperkecil kalau nggak diperpendek ukuran tempenya. Karena nggak mungkin harganya dinaikkan, nanti yang beli malah tidak ada,” terangnya, Selasa (5/1/2021).
Gunarso mengatakan untuk memperoleh bahan baku kedelainya sendiri tidak sulit, hanya saja pihaknya mengeluhkan harganya yang mahal.
“Biasa kita buat 1 kuintal perhari, namun dengan naiknya harga kedelai ini hanya 60 kg perharinya untuk membuat tempe dan tahu,” paparnya.
“Dan kita juga nggak tahu harga kedelai tinggi ini kenapa, kita taunya hanya memproduksi saja,” lanjutnya.
Hal serupa dikatakan produsen sekaligus pedagang tempe dan tahu di Pasar Tugu Bandar Lampung, Ade (34).
Menurutnya, kedelai yang dipakai untuk membuat tahu dan tempe adalah impor dari Amerika Serikat. Dimana, harga kedelai lokal saat ini mencapai Rp 8.800 sedangkan impor Rp 9.200.
“Karena kalau kedelai lokal itu kurang bagus, tapi kalau kedelai impor hasil tempenya bagus,” jelasnya.
Oleh karenanya, Ia berharap harga kedelai bisa kembali normal seperti sebelumnya, karena sejak pandemi berlangsung pihaknya juga mengurangi jumlah produksi.
“Karena pempeli juga maunya harga seperti biasa dan ukuranya tidak diperkecil. Sehingga pembeli berkurang, otomatis omset juga sedikit menurun,” pungkasnya. (SA)
Komentar