Aneka ‘Brand’ Lokal Mejeng di Rest Area Tol Trans Sumatera

5W1HIndonesia.id, Tulang Bawang Barat – Suasana di pagi itu tampak cerah ketika tiba di Tempat Istirahat dan Pelayanan (TIP) atau Rest Area tol Terbanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung (Terpeka) KM 215 Way Kenanga, Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba), Provinsi Lampung.

Hadirnya rest area ini tentunya memudahkan para pengendara yang memanfaatkan lintasan tol dari arah Palembang menuju Lampung maupun sebaliknya.

Tidak hanya bagi pengendara, keuntungan juga dirasakan warga sekitar rest area yang dapat memanfaatkan sarana berjualan di lokasi rest area, dalam rangka mendorong pertumbuhan usaha kecil menengah.

Berbagai macam penganan disajikan di setiap gerai-gerai di lokasi rest area yang mayoritas diisi oleh masyarakat Tubaba.

Pengendara yang hanya beristirahat sejenak pun merasa terbantu dengan kehadiran fasilitas rest area yang disediakan oleh PT Hutama Karya sebagai badan usaha jalan tol.

Selain puluhan gerai yang menyajikan penganan, fasilitas lain yang tersedia di antaranya parking area, musala, toilet dan lainnya.

Salah satu gerai yang menggelitik mata adalah gerai oleh-oleh produk khas Tubaba yang dikelola oleh Dekranasda kabupaten setempat.

Lokasinya cukup strategis karena posisinya berada di paling depan dalam rest area sehingga ketika pengendara turun dari mobil pandangan langsung terarah ke gerai tersebut.

Belum lagi, gerai didesain menarik pandangan mata. Interior ruang yang nyentrik didominasi perpaduan warna hitam dan hijau pada bangunannya.

Berbagai produk kerajinan tangan dan makanan khas Tubaba tampak di setiap etalase lemari kaca yang berada di setiap sudut gerai.

“Jadi kita ini bantu industri kecil menengah (IKM) atau usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Semua produk kerajinan tangan dan olahan makanan yang ada di Tubaba kita bantu untuk pemasarannya,” ungkap Mulia Rahmi Puri, Kasi Promosi Hasil Industri Diskoperindag Tubaba belum lama ini.

Ia menceritakan bahwa gerai oleh-oleh khas produk Tubaba ini hadir tidak lain untuk memperkenalkan hasil kerajinan tangan dan makanan di Tubaba.

“Di sini lah kita perkenalkan bahwasannya kita punya itu. Jadi kita di sini sebagai pusat oleh-oleh khas dari sini,” bebernya.

Produk utama kerajinan tangan yang ditawarkan seperti anyaman ‘tikeu’ atau tikar. Kemudian, itu dimodifikasi menjadi tempat kue, tempat minuman, dan lain-lain.

Lalu, dibuat juga produk mode seperti tas dikombinasi dengan khas-khas Lampung.

“Tapi kalau untuk fashion ke baju tidak bisa, jadi kita modifikasi sehingga ada inovasi pakai anyaman tapi dibordir,” terangnya.

“Ini ada juga tempat tumbler, dan ada anyaman dijadikan peci, bahan baju dan lainnya,” sambungnya.

Menurutnya, gerai yang baru dibuka sekitar dua pekan ini masih dalam tahap pengembangan.

“Ya masih bertahap karena memang awalnya hanya sebatas Pre Order (PO). Tapi sekarang semenjak ada gerai kita mulai produksi cuman bertahap,” paparnya.

Mulia mengatakan produksi produk oleh-oleh khas Tubaba dipesan langsung dari perajin di wilayah seputaran kabupaten setempat seperti Gedung Ratu.

Jumlah perajin olahan tangan dan makanan oleh-oleh khas Tubaba yang tersedia di gerai hampir sekitar puluhan.

“Jadi siapa saja yang sudah punya izin, dan untuk makanan yang jelas kemasan dan jenis makanannya kita persilakan masuk ke gerai ini,” katanya.

Lanjutnya, harga penganan atau makanan khas di sini variatif mulai dari Rp5 ribu-Rp40 ribu.

Sementara, kalau kain tapis harganya hampir sampai Rp1 juta. Sedangkan, kalau yang pernak-pernik sekitar Rp125 ribu-Rp200 ribu.

“Kalau kita memang hanya membantu pemasaran saja. Sehingga dengan hadirnya gerai ini,  orang jadi tahu semua,” ucapnya.

Produk yang paling laku di sini dan di tempat lain belum tersedia yaitu tumbler yang terbuat dari bahan bambu.

Baca Juga  Pelepasan 622 Purna Bhakti PNS Tahun 2021, Gubernur Lampung Berharap Dapat Manfaatkan Program Pembekalan dan Diklat di Masa Pensiun

“Ini produk khas kita juga dan unik. Kemarin saja laku 4 buah. Makanya, orang jadi tahu kalau mau beli tumbler bambu, ya di Tubaba adanya,” tuturnya.

“Untuk tumbler bambu ini, harga masih tinggi ya, Rp160 ribu namun kualitasnya tidak kalah. Karena air panas yang ada di dalamnya bisa tahan sampai 6 jam,” lanjutnya.

Pembeli sendiri berasal dari mana-mana di sini dan rata-rata dari Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) karena memang rest area ini jalurnya dari Palembang.

“Jadi rata-rata yang dilihat untuk pengendara yang mampir ke rest area ini adalah pelat BG dan tahu dari logat bicaranya,” paparnya.

Omzet sendiri karena tergolong masih baru bervariasi namun sempat pernah mendapatkan Rp2 juta per harinya.

“Pernah dapat segitu karena memang kebetulan yang laku barang-barang yang nilai jualnya besar seperti dompet, tas dan lainnya,” jelasnya.

Kemudian, produk lainnya yang laris adalah penganan keripik-keripik yang seharinya bisa dapat omzet Rp500 ribu.

“Jadi keberadaan gerai oleh-oleh khas Tubaba ini memang membantu sekali UMKM di sini dan kalau memang mau langsung berhubungan atau komunikasi dengan perajin kita bantu,” terangnya.

Ia pun menegaskan bahwa pihaknya sebagai perpanjangan tangan pemerintah daerah sifatnya benar-benar hanya membantu para perajin di Tubaba.

Pasalnya, selama ini mereka itu bisa membuat namun untuk jangkauan pemasarannya yang sempit.

“Nah semenjak ada ini Alhamdulillah. Jadi walaupun cuman 3-4 produk yang laku tapi kita pesan terus sehingga produksi tidak berhenti,” katanya.

Ia mengharapkan dengan hadirnya gerai oleh-oleh khas Tubaba ini dapat benar-benar membantu para perajin dan mengenalkan produk asli khas daerah.

“Memang benar kita mencari keuntungan, tapi yang jelas yang utama supaya dikenal orang dulu,” pungkasnya.

Ajang Promosi

Branch Manager PT Hutama Karya (HK) ruas Terbanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung (Terpeka), Yoni Satyo Wisnuwardhono menjelaskan sebagai badan usaha jalan tol mengharapkan adanya keterlibatan dunia bisnis kelas menengah ke bawah terutama UMKM.

“Salah satunya, kami juga sediakan sarana di rest area Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) ini,” ungkapnya.

“Dan Alhamdulillah kita telah melibatkan seluruh kabupaten yang dilewati jalan tol,” sambungnya.

Seperti di KM 215 Way Kenanga, UMKM sendiri proporsinya itu sebanyak 70 persen dari jumlah titik usaha yang ada di rest area.

“Jadi, sekitar 58 kios kita peruntukkan untuk UMKM,” beber Yoni.

Keberadaan rest area ini, lanjutnya, juga sudah dikomunikasikan kepada pemerintah setempat khususnya ke masing-masing kabupaten.

“Alhamdulillah untuk di sini sudah disambut baik oleh Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang Barat untuk membuka sentra oleh-oleh di rest area,” paparnya.

Menurutnya, hadirnya sentra oleh-oleh ini juga sebagai pancingan bagi kabupaten lain untuk membuka hal serupa karena ini memang baru pertama.

“Responnya cukup baik. Jadi kita juga bekerjasama dengan pemerintah kabupaten setempat bisa maju bersama. Maka saling memiliki dan menjaga,” katanya.

Sistemnya bagi masyarakat yang ingin membuka usaha hanya menyewa tempat saja dan dikelola secara mandiri.

“Mereka mengelola sendiri. Jadi, mereka menyewa tempat dan diberikan kemudahan fasilitas. Dan kami selalu memberikan kesempatan yang sama pada tiap pemerintah daerah,” jelasnya.

“Dan kemungkinan akan terus bertambah ke depannya,” lanjut Yoni.

Ia menerangkan bahwa keterlibatan HK sendiri hanya sebagai penyedia fasilitas yang ada di rest area yang bisa dijadikan sebagai etalase daerah.

“Mungkin transaksi jual beli tidak terjadi langsung di rest area. Tapi lebih kepada menjadi etalase  suvenir maupun wisata saja,” tuturnya.

“Jadi untuk ajang mempromosikan dan memperkenalkan,” sambungnya.

Ke depan, sentra oleh-oleh khas daerah ini juga akan menyiapkan peta wisata sehingga lebih memudahkan para pendatang.

Baca Juga  Gelar Pelatihan Saksi Pilkada 9 Desember, Ketua DPC PDIP Metro: Saksi Ujung Tombak di TPS

“Jadi terkait wisata, kita memberikan kemudahan akses. Sebelum ada tol Tubaba ini tidak ada akses karena harus berputar dulu. Jadi keuntungannya lebih mempersingkat waktu dan juga jarak,” terangnya.

Termasuk penyediaan tenaga kerja di jalan tol juga dari pemerintah setempat melibatkan warga setempat meliputi bidang keamanan, petugas jalan tol, dan petugas lainnya.

Penyerapan tenaga kerja di tol sendiri mulai dari Terbanggi Besar sampai Kayu Agung itu sekitar 750 orang dari masing-masing daerah.

“Untuk rest area yang beroperasi dari Terbanggi Besar hingga Kayu Agung sebanyak 9 rest area, totalnya melibatkan sebanyak 590 UMKM,” paparnya.

“Jalan tol ini kan alternatif sehingga menjadi pilihan. Dan nantinya diharapkan setiap rest area ada pusat oleh-oleh khas daerah,” tutupnya.

Memobilisasi

Pengamat Ekonomi Central for Urban and Regional Studies (CURS), Erwin Octavianto, menyampaikan, pengembangan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) memiliki tujuan agar dapat memobilisasi transportasi dengan efektif dan efisien.

“Sehingga mobilisasi barang, jasa dan kegiatan usaha lainnya dapat berjalan lebih efesien, efektif dan waktunya lebih singkat,” ungkapnya.

Artinya, jika dilihat dari aspek ekonomi tentunya berdampak positif terhadap arus pergerakan barang.

“Karena kita tahu memang di Provinsi Lampung sendiri saat ini jalannya banyak yang rusak baik jalan provinsi ataupun jalan nasional,” paparnya.

Tentu hal ini menjadi poin penting bagi kegiatan pengembangan ekonomi di setiap daerah.

“Terutama yang dilintasi tol yang menyediakan rest area. Terlebih bagi UMKM yang memproduksi produk khas daerah. Ini bisa menjadi ajang promosi nantinya,” bebernya.

Kalau diamati dulunya jalan nasional di berbagai daerah wilayah Provinsi Lampung seperti Tulang Bawang, Mesuji dan lainnya jalannya rusak. Kemudian, daerah Bandar Jaya dan simpang Tegineneng selalu macet.

“Dan berbagai jalan-jalan yang tentunya menghambat mobilisasi barang dan jasa yang masuk dan keluar dari Provinsi Lampung,” terangnya.

Sehingga dengan adanya jalan tol, persoalan-persoalan tersebut menjadi lebih mudah dan efisien dalam hal bagaimana kegiatan mobilisasi barang dan jasa tersebut dilakukan.

“Tentu dari aspek ekonomi ini berdampak baik bagi kegiatan usaha yang notabenenya baik di dalam maupun luar Lampung yang menuju dari dan ke Lampung,” jelasnya.

Menurut Erwin, jalan tol tersebut tidak hanya berdampak pada kegiatan industri dan ekonomi tapi juga kegiatan pariwisata.

Ternyata setelah dilihat di lapangan banyak juga orang-orang dari luar daerah yang datang ke Lampung sekadar berwisata.

“Yang paling banyak kalau saya lihat itu pelat BG atau asal Palembang. Itu kalau hari-hari libur biasa atau nasional terlihat antrean di sepanjang pintu jalan tol keluar yang menuju pantai,” paparnya.

“Lalu, kemudian yang menuju tempat-tempat rekreasi lainnya yang memang tidak dimiliki Palembang tapi dimiliki Lampung,” lanjut Erwin.

Sehingga ini menjadi nilai positif juga dan Lampung ini dengan adanya JTTS jaraknya dekat hanya memakan waktu 3-4 jam dari Palembang.

“Artinya mereka berangkat pagi pun sampai di tempat wisata itu masih bisa berkegiatan wisata hingga sore dan tidak terlalu malam juga pulang ke Palembang,” tandasnya. (SA)

Gambar Gravatar
(Visited 127 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *