5W1HIndonesia.id, Pesisir Barat – Kerja keras PLN untuk menerangi hingga ke pelosok negeri kini sudah mulai terbayarkan dan dirasakan manfaatnya khususnya bagi wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) di Indonesia.
Salah satunya dirasakan masyarakat yang ada di wilayah Pulau Pisang sebuah kecamatan yang posisinya berada di wilayah Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung, Indonesia.
Akses untuk masuk ke pulau kecil yang indah pesona alamnya tersebut terbilang tidak mudah mengingat lokasinya berada di Samudera Hindia.
Pulau ini juga banyak dikunjungi pendatang atau wisatawan yang ingin menikmati keindahan alamnya, pernak pernik kebudayaan, dan keunikan-keunikan lainnya.
Pendatang bisa menyeberang dari Dermaga Kuala atau Pantai Tembakak untuk menikmati beragam aktivitas mulai bersantai, menyewa sepeda, atau menikmati hidangan laut segar.
Hal ini karena lebih dekat dengan Pulau Pisang kurang lebih sekitar 45 sampai 50 menit saja.
Tentunya, energi listrik sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tidak hanya masyarakat lokal setempat tapi juga para wisatawan yang berkunjung ke pulau ini.
Awalnya warga yang tinggal di pulau yang memiliki luas 1,49 km² dengan total populasi mencapai 915 jiwa tersebut cukup kesulitan untuk akses energi listrik.
Karena listrik yang benar-benar aktif dirasakan manfaatnya hanya menyala sekitar tujuh jam saja.
Kondisi ini sangat kontras sekali jika dibandingkan dengan masyarakat di perkotaan yang menikmati listrik non stop 24 jam.
“Dulu sekitar tahun 2017-an, listrik di sini yang benar-benar aktif hidup mulai pukul 5 sore—12 malam. Selebihnya, hidup mati hidup, gak tentu,” ungkap Samsi Rizal, salah seorang warga di pulau tersebut, Senin (20/10/2025).
Menurutnya, kondisi tersebut tentunya tidak nyaman dirasakan warga pulau karena terbatasnya suplai listrik. “Ya gak leluasa lah kan terbatas waktu pemakaiannya misal mau mandi, nyetrika baju dan keperluan lainnya,” paparnya.
“Jadi kami yang di sini harus benar-benar bisa memanfaatkan suplai listrik yang masih terbatas itu,” sambung Samsi, yang berprofesi sebagai guru SMP di pulau tersebut, menegaskan.
Hal tersebut juga diamini Efri Yanti, warga lainnnya yang tinggal di pulau tersebut. “Ya sempet kesulitan kalau dulu untuk penerangan di sini,” paparnya.
Menurutnya, dulu penerangan di sini sempat gonta-ganti sebelum masuk listrik PLN di pulau ini. “Untuk penerangan pernah pakai mesin genset atau diesel, terus rusak ganti aliran (kabel) listrik bawah laut terus bermasalah ngadat,” paparnya.
“Kalau sekarang Alhamdulillah udah enak listrik full 24 jam karena adanya listrik PLN. Jadi sudah gak bingung kalau mau perlu apa misal nyetrika, nyuci baju, masak dan lainnya,” sambung Efri.
Samsi menambahkan bahwa kondisi kelistrikan di Pulau Pisang saat ini sudah membaik berkat kerja keras dari pihak PLN untuk memberikan penerangan 24 jam.
“Ya kalau sekarang udah enakan, mau nonton tv, pakai kulkas aman-aman aja. Jadi suplai listriknya sudah maksimal,” ungkapnya.
“Paling kalau mati hanya sebentar saja. Infonya kan ada dua mesin diesel, jadi mungkin gantian kerjanya. Biasanya jam 12 malam matinya, tapi gak sampai satu menit udah hidup lagi,” terus Samsi.
Diketahui bahwa, energi listrik PLN di Pulau Pisang tersebar untuk enam pekon yaitu Sukamarga, Pekon Lok, Bandar Dalam, Pasar Pulau Pisang, Sukadana dan Labuhan.
Tidak Surutkan Tekad
Mengenai listrik di pulau terluar, khusus di Pulau Pisang yang letak geografisnya berada di perairan Samudera Hindia, cuaca ekstrem dan gelombang tinggi kerap kali menghambat pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) yang akan digunakan untuk mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di pulau tersebut.
Kendati demikian, hal itu tidak menyurutkan tekad dan semangat seluruh petugas PLN dalam melayani dan memberikan listrik yang andal bagi masyarakat yang berdiam di pulau tersebut.
PLN terus pastikan ketersediaan stok BBM untuk mengoperasikan listrik di pulau terluar Lampung, dalam kondisi aman terkendali. Mengingat cuaca ekstrem dan gelombang tinggi kerap terjadi saat pendistribusian BBM ke pulau-pulau terluar di Lampung.
Apresiasi sebesar-besarnya tentu saja pantas disematkan bagi para petugas PLN yang berada di pulau terluar karena memiliki tantangan yang luar biasa dalam memenuhi kebutuhan listrik masyarakat.
Mereka pun diimbau untuk tetap mengedepankan keamanan dan keselamatan dalam bekerja dalam rangka mewujudkan akses listrik di wilayah 3T sebagai wujud nyata hadirnya energi yang berkeadilan di Indonesia.
Kehadiran listrik ini, diharapkan dapat membuka peluang usaha, mendukung anak-anak belajar lebih baik, serta menghadirkan layanan kesehatan yang lebih modern, sehingga manfaat energi dapat dirasakan merata oleh seluruh rakyat Indonesia.
Kualitas Hidup Jadi Meningkat
Pengamat Ekonomi Universitas Bandar Lampung (UBL) Erwin Octavianto, menilai bahwa dengan masuknya layanan listrik 24 jam di daerah 3T menjadi nilai positif.
“Kita melihat ini menjadi sebuah gambaran pemerataan pembangunan,” ungkap Erwin saat dihubungi.
Menurutnya, adanya peningkatan listrik 24 jam ke daerah 3T khususnya Pulau Pisang, itu memberikan sebuah gambaran bahwa pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sangat konsen terhadap peningkatan layanan masyarakat di daerah terpencil termasuk salah satunya daerah batas luar.
“Itu menjadi tanda-tanda pemerataan yang baik yang selama ini mungkin kita sulit melihat itu dilaksanakan, tapi pada pemerintah saat ini itu dapat terealisasi,” paparnya.
“Dengan masuknya PLN ke daerah-daerah terluar itu menjadi sebuah faktor untuk melakukan peningkatan kualitas hidup masyarakat,” sambungnya.
Tentu dengan adanya listrik 24 jam ini, masih kata Erwin, aktivitas rumah tangga menjadi aman, nyaman dan lebih fleksibel jika dibandingkan sebelumnya yang hanya menyala di waktu malam saja.
“Dengan peningkatan kualitas hidup itu, masyarakat tidak lagi memikirkan kebutuhan dasar, tapi lebih kepada peningkatan produktivitas ekonomi mereka,” ujarnya.
Mereka tentu akan memikirkan bagaimana setelah ini meningkatkan kualitas hidup dengan peningkatan ekonomi mereka. “Dengan adanya listrik muncul lah sebuah ide baik usaha yang mereka pikirkan ke depannya bisa berupa UMKM dan lain sebagainya,” jelasnya.
Lanjut Erwin mengatakan peningkatan lainnya yaitu lebih terbukanya akses informasi di masyarakat pulau tersebut.
“Akses informasi pasti lebih mudah dan lancar karena listrik sudah 24 jam. Jadi masyarakat akan lebih update informasi melalui jaringan internet dan lainnya,” ucapnya.
Erwin juga menegaskan bahwa meskipun demikian listrik bukan satu-satunya sebuah pendorong dasar karena ada hal-hal lain yang harus didorong pemerintah agar masyarakat di daerah 3T mampu mengembangkan potensi mereka dari sisi ekonomi.
Listrik ini hanya sebagai pemicu dengan konteks yang ada maka pemerintah perlu memberikan dorongan kepada masyarakat 3T itu baik dorongan pengembangan sumber daya masyarakat (SDM), dorongan pelayanan akses perbankan atau keuangan, peningkatan akses informasi dan lain sebagainya.
“Nah, ini kemudian tentu akan berdampak sebuah multipel efek yang akan terjadi di daerah 3T tersebut,” pungkas Erwin. (SA)











